Pulau Jeungdo, Pulau Dengan Alam yang Mempesona
Pulau Jeungdo, Provinsi Jeollanam adalah salah satu kota yang mendapatkan predikat “slow city” sejak tahun 2008. Jeungdo memiliki sumber air bersih yang kemurnian alam yang dikagumi banyak pihak. Oleh UNESCO, pulau ini menjadi kawasan konservasi keanekaragaman hayati.

Sementara itu, liburan di Jeungdo tidak hanya berkutat dengan apa yang ada di pulau ini saja. Ada sekitar 90 pulau tak berpenghuni yang letaknya berdekatan dengan Jeungdo. Selain mengetahui seluk beluk produksi garam, kita bisa menghabiskan hari di Jeungdo dengan bermain di pnatai Wujeon yang memiliki pemandangan cakrawala yang indah. Selain menikmati aneka keindahan alamnya, kekayaan laut Jeungdo ini menyediakan ikan dan kerang serta makanan laut lainnya. Menyantap seafood di Jeungdo merupakan aktivitas wisata yang tak boleh dilewatkan.

Cara sampai ke lokasi : Untuk mencapai Jeungdo, pertama-tama Anda harus menuju Gwangju atau Mokpo dengan bus. Sesampainya di Gwangju atau Mokpo Anda harus menumpang bus menuju Jido-eup. Dari Jido-eup Anda bisa naik bus lagi atau taxi ke dermaga Songdo. Dari Songdo ke Jeungdo membutuhkan waktu tempuh sekitar 30 menit.
Desa Samjicheon, Warganya Hidup dari Alam
Desa Samjicheon adalah desa yang termasuk dalam katagori Slow City di Korea Selatan. Apa keistimewaannya?

Salah satu kudapan yang paling terkenal dari Samjicheon adalah gula-gula yang terbuat dari beras. Warga Samjicheon juga memproduksi hangwa.Hangwa adalah biskuit tradisional Korea yang terbuat dari produk pertanian yang cara penanamannya bebas dari bahan kimia. Hangwa di Samjicheon terbuat dari beras, kacang-kacangan, wijen dan bahan-bahan lain yang diramu dengan jocheong (sirup yang terbuat dari biji-bijian). Hangwa dikemas dalam sebuah kotak yang indah terbuat dari hanji (kertas tradisional) dan bambu atau kayu.

Beberapa warga yang tinggal di Samjicheon bukanlah asli desa ini. Diantara mereka justru berasal dari kota dan karena ingin mencari ketenangan mereka memutuskan pindah ke Samjicheon. Profesor Werner Sasse misalnya. Ia adalah pengajar Korea keturunan Jerman. Menurutnya Samjicheon memberikan suasana yang tenang untuk belajar dan melukis.
Cara sampai ke lokasi : Untuk mencapai Samjicheon Anda bisa naik bus nomor 303 dari Gwangju Train Station. Turunlah di pos polisi Changpyeong dan berjalanlah beberapa saat menuju desa Samjicheon. Alternatif kedua adalah dengan naik bus dari Damyang Intercity Bus Terminal dan meneruskan perjalanan dengan taksi atau bus lokal ke Samjicheon
Kwanghan Pavilion, Tempat Untuk Merayakan Kesetiaan Cinta
Kwanghan pavilion disebut juga dengan nama Chunhyang. Dibangun pada masa pemerintahan Raja Sejong, bangunan ini pernah terbakar saat bencana Jonggyu namun diperbaiki pada tahun 1638 dan utuh hingga sekarang. Di Kwanghan berdiri sebuah kolam teratai yang dikelilingi oleh pagar. Yang paling menarik dari tempat ini adalah Chunhyangjeon yang merupakan salah satu kisah rakyat Korea yang paling terkenal, khususnya di daerah Namwon, Jeollabuk-do dimana Kwanghan Pavilion berdiri.

Kisah cinta yang mengharu pilu ini kemudian diabadikan melalui bangunan kuil Chunhyang yang masih berada di kawasan yang sama. Kuil ini dibangun untuk menghormati dan mengenangkan perjuangan cinta Chunhyang kepada Lee Doryong. Pintu masuk menuju kuil ini bernama “kuil Chunghyang, wanita berbudi luhur”. Para pengunjung berduyun-duyun untuk melakukan ritual keagamaan dan tak jarang menyelipkan doa agar segera menemukan pasangan jiwa.

Hal terakhir yang bisa ktia lihat adalah kolam yang mendapat limpahan air dari sungai Yochon dan kerap dihiasi dengan bunga teratai yang tumbuh di beberapa sudutnya. Diatas kolam dibangun sebuah sebuah jembatan yang disebut dengan jembatan Ojak. Jembatan ini melambangkan kisah cinta Chunhyang dan Lee Doryong. Kepercayaan yang berkembang mengatakan pasangan yang berjalan di atas Ojak akan menjalani kehidupan yang bahagia dan mempunyai anak-anak yang selalu diberkahi.
Kwanghan Pavilion bisa Anda kunjungi sejak pukul 8 pagi hingga 10 malam selama musim panas. Sedangkan pada musim dingin tempat ini tutup lebih cepat yakni pukul 7 malam. Bagi pengunjung dewasa, Anda harus membayar tiket masuk sebesar 1600 Won, remaja 900 Won dan anak-anak 600 Won.
Cara sampai ke lokasi : Untuk mencapai tempat ini kita bisa kita bisa menumpang bus dari Seoul Central City Terminal menuju Namwon Express Bus Terminal. Sesampainya disini Anda bisa naik bus lokal menuju Kwanghan Pavilion.
Cheongsando, Slow City Pertama di Asia
Ingin melarikan diri dari segala rutinitas dan kesibukan pekerjaan? Cheongsando adalah pilihan yang tepat. Cheosangdo adalah pulau yang ada di Korea Selatan dan “dinobatkan” menjadi kota lambat pertama di Asia. Penasaran?

Begitu sampai di Cheongsangdo Anda akan disambut dengan dua mercusuar yang menyinari pulau ini bagaikan senyuman yang merekah. Mercusuar ini adalah landmark pulau yang keberadaannya menjadi buruan para wisatawan yang hobi fotografi. Selain bisa mengagumi mercusuar, kita juga dapat menyusuri jalan-jalan yang ada di Cheongsande. Di salah satu sudut jalan tersebut Anda akan melihat lokasi syuting serial Waltz of Spring. Beberapa set yang digunakan syuting adegan Waltz of Spring bisa kita lihat disini, termasuk jalanan yang digunakan para pemainnya bernyanyi Jindo Arirang. Hingga kini set syuting yang digunakan serial Waltz of Spring masih utuh. Foto-foto karakater yang ada di serial itu pun masih dipasang di rumah yang menjadi set utama drama ini.

Cara sampai ke lokasi : Untuk menuju Cheongsando kita bisa menggunakan feri dari terminal Wando. Feri ini hanya berangkat setiap pukul 07.00, 08.00, 11.00, 12.00, 14.30, 17.20. Sedangkan jadwal keberangkatan feri jika dari arah sebaliknya adalah 06.50, 07.00, 09.30, 13.00, 16.00, 17.00 dengan waktu tempuh sekitar 45 menit.
Aneka Rumah Kuno di Naganeupseong Folk Village
Ingin melihat bagaimana masyarakat Korea masa lampau hidup? Datanglah ke Naganeupseong village. Serpihan sejarah itu ada disini. Di kawasan ini terdapat rumah-rumah, kantor pemerintahan, penginapan dan benteng yang dibangun oleh Dinasti Chosun pada tahun 1397 di atas lahan seluas 22,6 km persegi.
Naganeupseong Folk Village terletak di Propinsi Jeollanam-do. Di desa ini hidup sekitar 100 keluarga dengan rumah tinggal yang masih sangat tradisional. Ruangan seperti dapur dan berandanya sangat kental dengan gaya tradisional Korea. Belum lagi ruangannya yang berlantaikan tanah liat dan beratapkan jerami. Diantara rumah-rumah kuno ini, ada 9 rumah yang ditetapkan sebagai warisan budaya.
Menyurusi desa tradisional ini sangat menyenangkan. Kita bisa berjalan diantara kelokan gang-gang yang menghubungkan satu rumah dengan rumah lainnya. Beberapa rumah tak berpenghuni lagi terdapat patung-patung manusia yang digunakan untuk menggambarkan bagaimana kehidupan tempo dulu. Beberapa rumah yang dihuni warga kita bisa melihat aktivitas mereka sehari-hari dari dekat. Mereka juga menawarkan paket homestay selama 1 malam untuk mereka yang ingin lebih banyak terlibat dan berinteraksi dengan penduduk lokal.

Anda bisa mengunjungi Naganeupseong setiap pukul 9 pagi hingga 5 sore. Khusus selama bulan Februari – April dan November Naganeupseong tutup pukul 6 sore. Sedangkan pada bulan Mei – Oktober, pedesaan ini bisa Anda kunjungi sejak pukul 8.30 pagi hingga 6.30 sore. Harga tiket yang harus Anda bayar untuk mengunjungi tempat ini adalah 2000 Won untuk pengunjung dewasa, 1500 Won untuk remaja dan 1000 Won untuk anak-anak. Naganeupseong folk village dapat ditempuh dengan bus dari Dong Seoul Bus Terminal atau Seoul Central City Bus Terminal menuju Suncheon Bus Terminal. Sesampainya di Suncheon berjalanlah ke arah halte bus Palmaro dan naiklah bus nomor 61, 63 atau 68 menuju Naganeupseong.
Hijaunya Hutan Bambu, Damyang
Hutan ini lain daripada yang lain. Hutannya tidak dihuni bermacam-macam pohon tetapi hanya satu jenis tumbuhan saja yakni bambu. Ya, ini adalah hutan bambu bernama Juknokwon di Damyang, Provinsi Jeollanam, Korea Selatan.

Untuk mengunjungi dan menikmati semua wahana yang ada di tempat ini Anda membutuhkan waktu sekitar 1 jam. Saat malam hari, panorama taman bambu ini masih bisa dinikmati karena lampu-lampu yang dipasang. Para pengunjung bisa berjalan-jalan saat matahari sudah tenggelam. Sesekali angin berhembus dan menggerakkan pohon-pohon bambu ini. Suara yang dihasilkan dari gesekan daun dan pohon tersebut ternyata cukup ampuh membuat pengunjung betah berlama-lama di Juknokwon. Oya, jika Anda perhatikan, antara pohon bambu yang tumbuh di Juknokwon ini terdapat pucuk teh hijau yang tumbuh dari embun yang menetes dari daun bambu yang dikenal dengan teh Jukro. Observatorium Juknokwon yang terletak di kawasan sesekali mengadakan acara mencicipi teh ala Jukro.
Saat akhir pekan, kunjungan wisatawan ke Juknokwon meningkat tajam. Sebagian dari mereka ingin merasakan sore yang serasa “melambat” disini agar keesokan harinya kembali siap menghadapi rutinitas kerja. Yang lebih menarik lagi adalah adanya toko sovenir yang menjual aneka barang yang terbuat dari bambu.

Peternakan Daegwallyeong, Padang Rumput Terbesar di Asia
Peternakan Daegwallyeong Samyang adalah peternakan dengan padang rumput terbesar di Asia. Di padang rumput yang terletak di dataran tinggi inilah sejumlah domba diternak. Peternakan Daegwallyeong Samyang terletak di Pyeongchang-gun, Gangwon.

Pemandangan dari dataran tinggi Daegwallyeong ini sangat luar biasa. Jika kita berkunjung ke Daegwallyeong Observatory di pagi hari, kita bisa melihat matahari terbit yang melampaui puncak gunung Odaesan. Pemandangan domba-domba yang sedang makan rumput dan minum di danau akan sering kita temui disini. Danau yang kerap disinggapi ternak-ternak itu bernama Samjeongho.
Tempat ini selain sebagai peternakan domba, juga sangat populer menjadi destinasi istimewa saat musim dingin. Dimana saat itu pemandangan padang rumput ini berubah menjadi padang salju yang menakjubkan. Jika berkunjung pada setiap Maret-April kita akan melihat domba-domba ini “gundul” karena bulunya dicukur untuk bahan pembuatan mantel wol. Di sepanjang 1,2 km jalan yang bisa kita susuri di peternakan Daegwallyeong ini Anda bisa membeli sekeranjang jerami terlebih dahulu untuk memberi makan domba-domba tersebut. Panorama hamparan hijau plus domba yang dengan tenang merumput ini akan semakin indah dengan hadirnya bunga-bunga liar. Tidak itu saja, bagi penyuka daging, Anda harus merasakan aneka masakan dengan bahan dasar daging domba yang lezat.

Adu Banteng, Tontonan Paling Diminati di Korea
Cheongdo Bullfighting Festival adalah salah satu pertunjukkan paling diminati di Korea. Adu banteng merupakan tradisi kuno Korea yang keberadaannya tidak sekedar turnamen biasa. Jika dulu adu banteng hanyalah pertandingan biasa, kini berkembang menjadi acara festival bertaraf internasional. Ratusan ribu wisatawan melakukan perjalanan ke Cheongdo, Gyeongsangbuk-do untuk melihat adu banteng ini. Bahkan ada yang mengklaim adu banteng di Cheongdo ini jauh lebih diminati ketimbang acara serupa di Spanyol.

Oya, yang menarik juga adalah soal bagaimana melatih banteng-banteng itu agar bisa menjadi petarung yang tangguh. Di Korea terdapat pelatih-pelatih banteng yang dengan sabar melatih binatang aduan ini untuk mempersiapkan diri menyongsong pertandingan. Menurut mereka, banteng dengan leher yang tebal, tubuh pendek dan tanduk yang besar adalah banteng yang cocok untuk mengikuti festival ini. Nah, selain adu banteng, pengunjung bisa melihat berbagai pameran seperti pameran pertanian Cheongdo, pameran sejarah adu banteng, pameran foto dan masih banyak lagi.

Boseong, Perkebunan Teh Terbaik di Korea
Teh pertama kali dibudidayakan di China lebih dari 2.500 tahun yang lalu. Tak lama kemudian, teh hijau diperkenalkan di Korea. Perkembangan budidaya teh di Korea juga memberikan warna pada budaya Korea. Seperti yang ditunjukkan dengan adanya upacara minum teh. Penyebutan “teh” sendiri diawali pada abad ke-7 dan pemerintahan Ratu Seondeok dari Kerajaan Silla. Selanjutnya, biji teh dari China ditanam di kaki gunung Jirisan.

Oya, karena keindahannya, Boseong sering digunakan untuk lokasi syuting beberapa iklan dan serial tv. Waktu yang paling tepat untuk mengunjungi Boseong adalah pada bulan Mei-Agustus. Setiap musim dingin tiba, Boseon menjadi tuan rumah festival teh hijau yang diselenggarakan setiap bulan Mei. Pada saat itulah perkebunan teh ini dihiasi dengan lampu-lampu di berbagai sudutnya.

Untuk mencapai Boseong, kita harus naik bus yang berangkat dari Seoul Express Bus Terminal menuju Boseong. Perjalanan ini akan memakan waktu sekitar 5 jam. Alternatif kedua adalah menumpang kereta dari Yongsan Station menuju Suncheon. Sesampainya di Suncheon, Anda harus melanjutkan perjalanan dengan bus menuju Boseong.
Sunrise di Puncak Chungwang, Jirisan
Jirisan adalah taman nasional pertama di Korea Selatan. Gunung ini mempunyai banyak puncak dan sungai yang bersih mengalir di sepanjang gunung. Taman Nasional Jirisan membentang di lebih dari 5 kota dan tiga provinsi sekaligus menjadi rumah bagi flora dan fauna. Jirisan yang dikenal dengan “ibu” dari semua gunung di Korea ini terletak di Sicheon-myeon dan Samjang-myeon.

Di Jirisan juga terdapat Banyabong dan Nogodan yang merupakan tempat bagi lebih dari 10 kuil yang terkenal. Jika berkunjung ke Jirisan, setidaknya ada 10 keindahan yang bisa kita nikmati termasuk berbagai puncak dan lembahnya, seperti lembah Baemsagol. Beberapa pihak bahkan mengatakan bahwa Jirisan adalah taman nasional dengan hutan perawan paling terawat dengan gunung yang megah dan suasana mistis yang kental. Berbagai species hewan dan tumbuhan menjadi penghuni taman nasional ini. Oya, Jirisan juga merupakan tempat budidaya teh di Korea.

Untuk mencapai Jirisan, Anda bisa naik bus antar kota dari Jinju Intercity Bus Terminal menuju kuil Daewonsa. Atau, Anda bisa menempuh rute lain dengan naik bus dari Jinju Intercity Bus Terminal menuju Jungsan-ri.
0 komentar:
Posting Komentar